Laman

Kamis, 06 Desember 2012

Hey, I Just Michu


Emirates Stadium, 1 Desember 2012. Pertandingan  antara Arsenal dan Swansea sudah hampir memasuki masa purna, tapi papan skor menunjukan kedudukan masih dalam skor kacamata. Tuan rumah yang sedang dalam posisi tak mengenakkan, hanya memenangi tiga dari sembilan laga kandang, sangat membutuhkan kemenangan supaya kegeraman dan kekecewaan dari para suporter yang sudah hampir mendekati ambang batas, bisa mereda sesaat. Mereka tahu kalau hasil imbang, apalagi kekalahan, bukanlah opsi yang bisa dipertimbangkan. Meraih kemenangan adalah sebuah harga mati.

Tapi hal itu tak pernah kejadian. Memasuki menit ke 88', seorang pemain bertubuh besar menerima umpan Chico Flores dari sisi kanan. Meski first touch-nya saat itu kurang begitu sempurna, ia masih sempat memaksakan kerjasama satu-dua dengan Luke Moore yang masuk dari flank kiri. Bola terobosan Moore, yang membelah kerumunan defender The Gunners, kemudian dilengkungkan oleh sang pemain ke tiang jauh. Wojciech Szczesny, yang sepanjang pertandingan tampil impresif, sudah kadung maju pasang badan dan tak bisa berbuat banyak kecuali melihat si kulit bundar melesak ke jala gawangnya. Swansea unggul 1-0, dan berhasil membikin Arsene Wenger yang sejak awal pertandingan mencoba untuk terlihat cool, langsung beranjak dari dugout dengan wajah masygul untuk meneriaki anak buahnya.

Tapi mimpi buruk Arsenal rupanya belum berakhir sampai di situ. Di menit-menit akhir injury time, pemain yang sama kembali membobol gawang Arsenal. Kali ini setelah Carl Jenkinson, yang kelihatannya terlalu lentur untuk ukuran pemain sepakbola, terjatuh dengan tidak gagah setelah "dirampok" oleh tekel Nathan Dyer. Berhadapan one-on-one dengan Szczesny, si pemain tidak kesulitan untuk membuat Arsene Wenger kembali garuk-garuk kepala atas performa lini belakangnya yang lebih mudah ditembus daripada saringan tahu.

Dengan dua golnya malam itu, si pemain lantas menahbiskan dirinya sebagai top skorer sementara Premier League dengan torehan 10 gol, sejajar dengan bomber tenar macam Robin van Persie dan Luis Suarez. Ya, kita memang sedang membicarakan seorang Miguel Perez Cuesta, atau yang lebih beken dengan nickname-nya yang sedikit bernuansa imut itu : Michu.

Mulanya tak banyak yang mengenal gelandang serang kelahiran Oviedo 26 tahun lalu ini. Bahkan meski musim lalu dirinya mencetak 15 gol di kancah Liga Spanyol, paling subur di La Liga untuk ukuran pemain tengah — unggul jauh dibanding gelandang mentereng lain macam Mesut Ozil, Santi Cazorla dan Cesc Fabregas. Bahkan juga, ketika tim-tim besar sekelas Manchester United dan Liverpool sempat dirumorkan tertarik untuk merekrutnya, kita semua tak pernah menganggap terlalu serius eksistensi seorang Michu. Baru ketika Premier League mulai menyibak tirai kompetisinya lah, orang-orang mulai aware terhadap Michu.

Menghadapi Queens Park Rangers di partai debutnya 18 Agustus silam, Michu langsung mengemas dua gol dan satu assist untuk mengantar Swansea menghancurkan QPR dengan skor mencolok 0 - 5. Dan orang-orang yang selama ini hanya menyaksikan siaran Liga Spanyol ketika laga El Classico mentas, dibuat serempak memekik heran "Miguel who? what Michu? " ketika diberitahu kalau orang yang namanya tercatat dua kali di scoresheet malam itu sebelumnya merumput di La Liga.

"My debut in the Premier League was incredible," kenang Michu, "It will be hard to score two goals in every game but I promise the fans, I will give my best in every game."

Dan Michu menjawabnya dengan gol-gol dan konsistensi.

Total sepuluh gol yang telah dicetaknya dari 15 pertandingan bersama Swansea membawanya jadi salah satu predator yang paling ditakuti di kotak penalti. Statistik selalu membuat satu gol dari tiap empat tembakan juga membaptis dirinya jadi salah satu pembikin gol yang paling efektif di EPL, terimakasih untuk taktik brilian bikinan seorang Michael Laudrup.

Dalam strategi Laudrup, Michu memang memiliki porsi krusial karena diposisikan sebagai sebagai second striker, dengan role sebagai seorang inside forward. Pada skema terapan milik Swansea ini, yang sangat mengandalkan possesion football dan pergerakan pemain yang sangat fluid di segala lini, Michu punya lisensi untuk bergerak ke segala arah guna membuka ruang, memainkan link-up play dari lini tengah ke depan, juga mengeksekusi peluang lewat pergerakannya yang kerap datang dari blind side. Dan Michu sejauh ini sukses mengaplikasikan instruksi dari Laudrup dengan sangat baik.

Pergerakannya yang efektif di belakang lone striker Swansea —diisi secara bergantian oleh Danny Graham dan Itay Schechter— membuatnya kerap memperoleh ruang tembak dan momentum yang tepat untuk mencetak gol. Dengan torehan golnya yang sudah mencapai dua digit, berbanding sebiji gol milik Graham dan nihil milik Schechter, trkadang malah membuat dua orang striker utama The Swans itu lebih terlihat sebagai false nine ketimbang pemain yang berposisi sebagai target man.

"He gives us a lot. When we have the ball he is a second striker; when the opposition have the ball he is the third midfielder. It's a very important position for us," kata Laudrup mengamini.

Postur Michu yang tergolong bongsor, juga adalah blessing in disguise bagi Swansea yang membutuhkan keping puzzle pelengkap saat strategi passing dari kaki ke kaki yang mereka bangun membutuhkan seorang pemantul atau pengeksekusi bola-bola atas di area final third. Empat gol hasil sundulan kepala dan empat gol yang dibikin dari situasi coming from behind, menjadi bukti empiris bagaimana simbiosis mutualisme yang terjadi antara strategi yang diterapkan Swansea terhadap performa Michu di lapangan.

"He's not the quickest player but he's got great technique and a great touch in front of goal. He can score with his head, both feet, and you saw how he works hard (for the team)." komentar Michael Vorm, kiper Swansea, soal kinerja kompatriotnya asal Spanyol itu dalam sebuah wawancara.

Michu memang sebuah fenomena. Apalagi saat khalayak mulai mengetahui kalau price tag yang ditebus Swansea untuk membajaknya dari Rayo Vallecano "cuma" sebesar dua juta pounds. Anda jangan dulu bosan kalau soal nilai transfer ini, lagi-lagi Michu harus dikomparasi dengan seorang, yah siapa lagi, Fernando Torres. Nilai transfer 50 juta pounds milik Torres —senilai dengan harga 25 orang Michu— saat Chelsea membelinya dari Liverpool, memang sebuah kebijakan finansial yang bakal membuat Basuki "Ahok" Purnama  marah-marah dan memangkas anggaran transfer Chelsea sampai dengan 25%, andai Wakil Gubernur DKI Jakarta itu bekerja di sana.

"It's not about his price." kata Laudrup, "What would a player who scored 15 goals playing in the Premier League as an offensive midfielder cost? I think it would be maybe double, treble or even four times what we paid for Michu."

Ketika ditanya soal harganya yang terkesan underrated itu, Michu malah berkisah soal kondisi klubnya yang pada waktu itu tengah sekarat. Rayo Vallecano, klub Michu sebelumnya, memang tengah dilanda krisis keuangan hebat. Krisis keuangan yang melanda sebagian besar negara-negara di Eropa memang tak pilih-pilih dalam memangsa korban. Tak terkecuali dengan Spanyol, yang mayoritas klub-klub sepakbolanya terjerat permasalahan finansial. Dan Rayo, yang cuma sebuah klub gurem dengan prestasi minim, jelas ikut terbelit dalam pusaran krisis tersebut.

Saking akutnya masalah finansial yang mendera mantan klubnya itu, Michu ingat pernah suatu kali Rayo yang harus bertandang ke markas Real Sociedad, terpaksa menempuh perjalanan melalui jalan konvensional selama lima jam, karena tak mempunyai biaya untuk membayar tarif jalan tol. Karenanya, menurut Michu, nilai transfernya yang "cuma" sebesar dua juta pounds itu, sudah termasuk jumlah yang "wah" dan akan sangat berarti bagi keuangan klub kecil seperti Rayo.

"I went on a free to Rayo. Also there are a lot of crises in Spain. Rayo's economy is catastrophic. I can tell you that £2m is very good for them. It's like a wow for them."

Michu juga, adalah pribadi yang loyal terhadap klub yang dicintainya, terutama terhadap klub kota kelahirannya : Real Oviedo. Pernah suatu ketika di Tahun 2010 Sporting Gijon datang untuk merekrut Michu dengan menawarinya kontrak jangka panjang dan nilai kontrak yang berlipat-lipat jumlahnya dari yang didapatnya di Oviedo saat itu. Hanya karena Gijon adalah seteru abadi dari Oviedo lah, Michu kemudian menolak tawaran menggiurkan tersebut.

"I could have signed a five-year contract and had more money, but I'm from Oviedo and Sporting is our rival, so I can't play at Sporting," katanya. "I know it's unusual, but Oviedo is my team. Whether they are in the third, second or first division, that never changes."

Belakangan Michu, dan juga Santi Cazorla serta Juan Mata, juga diketahui melakukan aksi galang dana dan ikut membeli sebagian saham kepemilikan dari Real Oviedo guna mencegah klub tempatnya pertama kali bermain sepakbola itu mengalami kebangkrutan dan harus dibubarkan. Sebuah tindakan dan attitude yang kian membikin nilai transfernya yang cuma dua juta pounds benar-benar keterlaluan murahnya (are you watching, Roman? Sheikh Manshour?)

Musim memang baru berjalan kurang dari separuhnya, tapi rasa-rasanya kita sudah selayaknya sepakat untuk menganugerahi Michu dengan predikat transfer terbaik musim ini. Nilai transfernya yang teramat underrated, plus instant impact yang langsung diberikannya buat Swansea, pantas membuatnya berada pada garda terdepan dalam perebutan gelar signing of the season. Atau, mungkinkah ada peluang bagi Michu untuk menyabet gelar-gelar individual lainnya di musim ini, seperti top skorer atau best player misalnya?

Well, he just Michu. And you know this is crazy.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar