Laman

Rabu, 13 Maret 2013

Jan Vertonghen, dan Musim Perdana yang Gemilang di London Utara


White Hart Lane, 7 Maret 2013.

Totenham Hotspur tengah menjamu tamunya yang datang jauh-jauh dari peninsula Italia, Inter Milan, dalam first leg lanjutan Europa League, fase 16 besar. Memasuki menit ke 56' pertandingan, Tottenham yang sudah di atas angin berkat gol cepat Gareth Bale dan poacher's effort dari Gylfi Sigurdsson, kembali mendapat peluang emas melalui set-piece tendangan penjuru. Gareth Bale, yang sepanjang jalannya pertandingan merajalela dan membuat pertahanan Inter kalang kabut, bertugas mengambil tendangan tersebut.

Lengkungan parabolik segera dikirim Bale ke dalam kotak 16 meter. Dan beberapa detik setelahnya, bola yang melayang di antara Esteban Cambiasso dan Cristian Chivu, tiba-tiba saja ditanduk masuk oleh seorang pemain Spurs yang datang dari blind side. Gol, dan skor pun berubah menjadi 3 - 0, hanya untuk membikin Javier Zanetti menghela nafas panjang dan sedikit mendapat pencerahan perihal kapan waktu yang tepat baginya untuk gantung sepatu.

Beberapa hari sebelumnya, masih di White Hart Lane juga, pemain yang sama adalah orang yang layak bertanggungjawab atas deformasi hulu ledak meriam-meriam Arsenal yang berubah menjadi serentengan kembang api mejan. Menguasai ball possession dan alur serangan sejak awal pertandingan, sepakbola indah a la The Arsenal Way seakan-akan terhambat traffic jam yang menyebalkan saban memasuki area  final third.

Dalam pertandingan yang berakhir dengan kemenangan 2 -1 untuk The Lilywhites itu, tercatat setidaknya dua kali si pemain melakukan last ditch takcle yang  membuyarkan momentum Arsenal untuk membahayakan gawang Hugo Lloris. Sosoknya terlihat begitu instrumental dalam menggalang harmonisasi high defensive line yang diterapkan Andre Villas-Boas, sehingga mengganjarnya dengan gelar man of the match di akhir laga.

Dan pada dua laga tersebut, selain dua kemenangan akbar yang berhasil diraih The Lilywhites, kita juga disuguhi sebuah highlight tentang musim debut yang gemilang milik seorang Jan Vertonghen, defender kelahiran 24 April 1987, yang sedang kita bicarakan sedari tadi.

Musim ini Gareth Bale boleh saja ditahbiskan sebagai talisman paling keramat bagi Tottenham Hotspur, berkat gol-golnya yang begitu krusial. Tapi jika anda mengesampingkan keberadaan Jan Vertonghen sebagai salah satu pilar paling penting di balik performa mengkilap Spurs di bawah kepemimpinan Andre Villas-Boas, anda jelas tidak termasuk ke dalam golongan manusia yang adil sejak dalam pikiran, sebagaimana telah difatwakan oleh Pramoedya Ananta Toer.

Pensiunnya Ledley King di akhir musim lalu, semakin rentanya William Gallas, serta terlalu kerapnya dua bek utama mereka, Michael Dawson dan Younnes Kaboul, wara-wiri ke ruang perawatan akibat mengalami cedera, membuat Spurs mau tak mau harus segera melakukan reformasi di lini pertahanan mereka dengan mendatangkan personil anyar. Dan Daniel Levy, pakar bisnis yang punya rekam jejak bernas dalam manuver transfer pemain, paham betul dengan apa yang dibutuhkan timnya dengan mendaratkan Vertonghen ke White Hart Lane.


Statistik musim ini mencatat bahwa Vertonghen adalah defender yang klinis dan komplit. Rataan 81% tackle win, 64% aerial duel win, dan 66% ground duel won miliknya memang bukan yang terbaik di antara defender-defender Premier League lainnya, tapi angka tersebut sudah cukup untuk menempatkan Vertonghen konsisten berada di jajaran empat besar pemilik statistik defensive terbaik di Liga Inggris. Ini belum jika ikut menghitung rataan 3,1 intersep per pertandingan miliknya, yang hanya kalah dari rataan 3,3 intersep milik Chico Flores.

Ketenangan dan konsentrasi Vertonghen di lini belakang juga tergolong baik dimana ia tercatat hanya sekali membikin defensive error yang membahayakan timnya, tanpa pernah sekalipun membuat gol bunuh diri. Bandingkan dengan kompatriotnya di timnas Belgia, Thomas Vermaelen, yang telah melakukan 4 kali error, dengan tiga diantaranya berujung dengan bobolnya gawang Arsenal.

Vertonghen juga tergolong pemain yang produktif, untuk ukuran bek. Sampai dengan pekan ke-29 Premier League musim ini, ia sudah mengemas tiga gol, seimbang dengan jumlah gol milik striker ternama macam Jay Rodriguez, Gervinho, ataupun Andy Carroll (tolong jangan tertawakan mereka, hahaha). Ini bukan sesuatu yang mengejutkan sebenarnya, mengingat pada musim kemarin, ia sanggup membukukan 10 gol bersama Ajax Amsterdam.

Dari segi taktik, keberadaan Vertonghen di jantung pertahanan Spurs juga bukan sesuatu yang mubazir, kalau tak boleh dibilang sangat bermanfaat. Dalam skema backfour milik AVB, yang memancang garis pertahanan relatif tinggi, keberadaan bek dengan kondisi fisik prima, mampu beradu lari dengan sprinter tim lawan, memiliki positioning yang baik, serta prominen dalam melakukan tackle adalah sesuatu yang fardhu 'ain hukumnya. Dan penampilan Vertonghen kala menghadapi Arsenal pekan lalu, menunjukan kalau ia adalah juru selamat yang dibutuhkan Villas-Boas.

Apalagi jika mengingat Vertonghen adalah pemain yang versatile. Selain tangguh ditempatkan sebagai centre-half, dirinya juga terkenal piawai kala ditempatkan sebagai fullback kiri dan gelandang bertahan.

Musim ini ia sempat beberapa kali dimainkan sebagai bek kiri oleh AVB, ketika badai cedera datang menghantam Benoit Assou-Ekotto dan Kyle Naughton. Hasilnya tidak buruk-buruk amat. Ia bahkan sempat membikin Jonny Evans terlihat bodoh kala membelokkan tendangan kerasnya ke gawang David De Gea, saat bersua Manchester United di Old Trafford.

Atas segala catatan positif di atas, tentu bukan sesuatu yang musykil jika kita menyebut kalau mantan kapten Ajax Amsterdam ini tengah menjalani musim debut yang gemilang di London Utara. Keputusannya menolak tawaran Arsene Wenger untuk bergabung dalam organisasi kepemudaan Ashburton Grove, dan bersekutu dengan The Lilywhites, barangkali adalah salah satu keputusan terbaik yang pernah dibuatnya dalam hidup.

Kelak, di akhir musim nanti, saat Tottenham berhasil mengamankan tiket untuk berkompetisi di Liga Champions, kita tahu bukan hanya Gareth Bale seorang yang pantas dielu-elukan namanya oleh para pegiat #COYS. Ada seorang Jan Vertonghen, yang juga layak mendapat applause dari segenap pendukung Spurs di seluruh dunia.

Dan beberapa kilometer dari White Hart Lane, tampak sosok Arsene Wenger sedang mengemasi pernak-pernik yang sudah disiapkan untuk merayakan hari raya St.Totteringham Day, ke dalam kardus dengan wajah masgul.

Eh, itu juga kalau dia belum dipecat sampai akhir musim.