Musim ini performa Newcastle United benar-benar mengesankan. Sempat didakwa jadi salah satu kandidat tim yang akan masuk lubang degradasi akibat hengkangnya pemain-pemain penting semisal Joey Barton, Kevin Nolan dan juga Andy Carroll, The Magpies kini justru duduk gagah di posisi ke-5, unggul dua poin dari Chelsea plus hanya kalah produktivitas gol dari Tottenham Hotspur yang berada di posisi ke-4.
Strategi
jitu mereka di bursa transfer ketika berhasil mendaratkan Demba Ba dan
Yohan Cabaye di awal musim ini dengan dana tak lebih dari 4,4 juta
pounds, yang juga disebut-sebut sebagai salah satu "the best transfer moves" dalam sejarah Liga Inggris, ditengarai jadi sebab musabab mencuatnya The Toon Army.
Hal itu kemudian dilanjutkan dengan menggaet Papiss Demba Cisse dari
Freiburg dengan nilai transfer yang konon hanya sebesar 9 juta pounds
pada pertengahan musim ini. Nilai tersebut jelas saja membuat penjualan
Andy Carroll senilai 35 juta pounds ke Liverpool pada Januari tahun lalu
tak ubahnya menang lotere dari nomer tiket yang dipungut di pinggir
jalan. Untung besar.
Demba Ba, yang
sempat ditolak Stoke City akibat fisiknya yang rentan cedera, sejauh ini
meledak dengan torehan 16 gol. Cabaye, pemimpin orkestra lini tengah
skuad Alan Pardew, sudah mencatat 2 gol dan 5 assist. Sementara Papiss Demba Cisse langsung tampil trengginas dengan mengemas 10 gol dari 8 pertandingannya bersama The Magpies.
Segenap
kesuksesan di bursa transfer itu kemudian membikin saya gatal untuk
mencari-cari nama Brad Pitt dalam daftar "orang-orang belakang layar"
yang mengurusi Newcastle United, khususnya deputi transfer pemain.
Pelbagai pencarian melalui search engine dengan macam-macam keyword sudah saya lakukan dan hasilnya nihil. Tidak ada nama Brad Pitt disana.
Mungkin
kalian akan sedikit mengernyitkan dahi mencari-cari hubungan apa yang
bisa mengaitkan antara Brad Pitt dengan performa hebat Newcastle United,
sebuah klub sepakbola yang berjarak beribu-ribu mil jauhnya dari
rumahnya di Amerika sana. Wajar, karena hipotesis saya ini memang hanya
bisa dipahami oleh mereka-mereka yang telah menyaksikan film "Moneyball"
saja. Ya, Moneyball, film yang berkisah tentang kejeniusan seorang
manajer dalam perekrutan pemain dalam lantai bursa transfer.
Di
film yang diangkat dari kisah nyata tersebut, Brad Pitt didaulat
memerankan sosok Billy Beane, manajer dari sebuah tim baseball
profesional asal Amerika, Oakland Athletics. Pada musim 2002/2003 Liga
Baseball Amerika, Oakland hanyalah sebuah klub gurem dengan bujet
minimalis yang tengah keropos akibat ditinggal pergi pemain-pemain
andalannya. Hal ini mendorong Beane -- yang dibantu asistennya, Peter
Brand-- untuk menemukan pemain-pemain underrated dengan harga murah, namun berpotensi hebat. Mengusung metode super rumit dengan hitung-hitungan statistik njelimet yang mereka namai sabermatrics,
Oakland akhirnya berhasil mendapat pemain-pemain berkualitas dengan
harga murah untuk kemudian mencetak sejarah dengan meraih 20 kemenangan
berturut-turut dan terus melaju hingga ke babak final West Divisions sebelum akhirnya dihentikan oleh tim kaya raya, Boston Red Sox.
Benang
merah antara Newcastle United dan Oakland Athletics terlihat jelas.
Keduanya adalah tim yang sukses mendapatkan pemain-pemain berkualitas
dengan harga murah, yang kemudian berimbas pada melonjaknya performa tim
secara keseluruhan. Singkat kata, keduanya adalah si cerdas yang pandai
bersiasat dalam urusan transfer pemain.
Asal tahu
saja, Yohan Cabaye tadinya dibandrol senilai 10 juta pounds oleh Lille
sebelum akhirnya berhasil diakali dengan menebus buy-out clause
Cabaye yang cuma 4,4 juta pounds. Sementara untuk Cisse, mahar sebesar
15 juta pounds adalah nilai yang tadinya dipatok Freiburg untuk membuat
Cisse melepas kostum merah-hitam milik Freiburg. Lagi-lagi berkat
kejelian dan bargain jenius dari Newcastle lah yang membuat
Freiburg akhirnya menyerah di angka 9 juta pounds. Untuk Demba Ba lebih
fenomenal lagi. Striker tim nasional Senegal ini didapatkan secara
gratis setelah dilepas oleh klubnya, West Ham United. Melihat jumlah 16
gol yang dicetaknya, berbanding koleksi 2 gol milik Andy Carroll maupun 3
gol milik Fernando Torres yang berbanderol puluhan juta pounds, langkah
Newcastle ini jelas lebih efektif dan efisien.
Memang, sejauh ini tak ada klaim resmi dari pihak Newcastle soal pengaplikasian metode "moneyball"
ala Billy Beane dalam praktik transfer mereka. Begitu juga dengan
"hipotesis Brad Pitt" milik saya yang sudah jelas-jelas tak terbukti
dengan tidak ditemukannya nama Brad Pitt dalam jajaran staf manajerial
Newcastle. Akan tetapi terlepas dari semua itu, langkah jenius Newcastle
United memang layak dikagumi sebagai pendobrak pakem sepakbola era
modern seperti sekarang ini dimana prestasi nampak begitu dependen
dengan seberapa tebal pundi-pundi keuangan yang dimiliki sebuah tim.
Pada akhirnya, Newcastle mungkin memang tidak benar-benar mempraktikkan mahzab moneyball milik Beane secara utuh dan menyeluruh. Akan tetapi transfer policy yang mereka lakukan pada saat ini jelas mengusung idealisme yang serupa dengan moneyball.
Setidaknya, hal itu tergambar dengan terhindarnya mereka dari
membuang-buang uang sebesar 50 juta pounds hanya untuk membeli seorang
"mantan striker berbahaya" ataupun 35 juta pounds untuk menggaet pria
berkuncir yang lebih mirip bintang film vivid ketimbang pemain
sepakbola. Well done, Geordie!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar