Hidup adalah melulu soal pilihan, pun begitu yang terjadi dalam dunia sepakbola. Setiap entitas di dalamnya diberi macam-macam opsi, untuk kemudian berhak memilih salah satunya, yang diyakininya sebagai yang paling baik. Sesederhana itulah yang juga sedang dilakukan seorang Diego Michiels, pemuda keturunan Belanda yang memilih jadi Warga Negara Indonesia demi untuk mengenakan seragam kebesaran tim nasional dengan lambang garuda di dada sebelah kiri.
Pilihannya
untuk mengundurkan diri sekaligus membatalkan kontraknya dengan Pelita
Jaya secara sepihak, untuk kemudian menyeberang ke klub Liga (yang
mengaku) Profesional bikinan PSSI sejatinya adalah tindakan yang
mencederai nilai-nilai luhur sportifitas dan profesionalisme secara
telak. Tentunya apabila tindakan Diego itu dilakukan bukan di ranah
sepakbola Indonesia, dimana dualisi dan perpecahan sedang menjadi tren,
dapat dipastikan bahwa Diego terancam sanksi mahaberat, entah dari klub,
federasi sepakbola, atau bahkan dari FIFA sekalipun.
Diego, sedari awal sudah menegaskan bahwa ihwal pengunduran dirinya adalah melulu demi menyelamatkan kesempatannya membela tim nasional Indonesia. Bermain di Pelita Jaya, dalam kompetisi yang dicap ilegal oleh PSSI tentu menurut Diego bukanlah hal bagus buat kelangsungan karir nasionalnya. Meskipun sejatinya Indonesian Super League, kompetisi yang dikecimpungi Pelita Jaya, punya kualitas setingkat atau bahkan dua tingkat di atas Liga Prima Indonesia, liga yang katanya profesional itu.
Harus
dicatat, bahwa keputusan Diego untuk jauh-jauh merantau dari benua
Eropa ke negara tanah leluhurnya adalah demi niatnya mengenakan seragam
kebesaran tim nasional Indonesia. Maka ketika dia dihadapkan pada buah
simalakama dengan dua opsi, yakni membelot dari Pelita Jaya untuk
menyelamatkan kans-nya memperkuat timnas atau memilih menghormati
kontraknya di Pelita Jaya dengan konsekuensi kehilangan kesempatan
membela timnas sampai jangka waktu yang tidak diketahui, cukup realistis
bila kemudian ia memilih opsi yang pertama.
Hidup
adalah soal pilihan, dan setiap pilihan pasti memiliki konsekuensi yang
harus ditanggung akibat dari setiap pilihan yang telah dibuat. Kini
Diego Michiels tengah menyongsong konsekuensi dari pilihannya, Pelita
Jaya konon siap untuk memperkarakan Diego ke meja hijau, sekaligus
melaporkan kasus Diego ke FIFA, sebagai induk organisasi sepakbola
seluruh dunia.
Apabila
hanya melihat dari kacamata hukum positif, sudah barang tentu kalau
Diego adalah sang pelaku kejahatan yang melanggar aturan soal kontrak
kerja dengan klub sepakbolanya. Dapat dipastikan juga, bahwa Diego
adalah pihak yang sangat layak untuk mendapat hukuman sesuai dengan apa
yang diperbuatnya. Akan tetapi dalam kondisi sepakbola Indonesia, dengan
pelbagai macam intrik dan kekisruhan di dalamnya saat ini, saya malah
melihat Diego sebagai seorang korban. Korban dari sebuah perang besar
memperebutkan kekuasaan, oleh dua kubu yang sama-sama mengaku sebagai
pihak yang paling layak mengurusi sepakbola Indonesia.
Ibarat pepatah "Gajah bertarung sama gajah, pelanduk mati di tengah-tengah",
Diego dan juga segenap pemain sepakbola yang kadung berkecimpung di
dalam lingkaran setan sepakbola Indonesia, sedang menghadapi perannya
sebagai pelanduk. Pelanduk di antara dua gajah yang tengah bertarung,
yakni gajah jenggala dan gajah rezim lawas. Ya benar, sepakbola
Indonesia telah berubah jadi medan perang sekarang ini, lengkap dengan
segala macam drama di dalamnya, dan kisah Diego ini hanyalah salah
satunya.
Dalam segala macam perang, sudah tentu gugurnya pelanduk-pelanduk adalah sesuatu yang lumrah, dan dalam perang yang entah kapan akan berakhirnya ini, kita tak pernah tahu berapa banyak lagi pelanduk yang akan digugurkan. Tapi sebagai penikmat sepakbola nasional, harapan kita semua tentu saja sama, supaya tidak ada lagi Diego-Diego lain yang digugurkan sebagai pelanduk. Dan sepakbola Indonesia bisa bangkit lagi untuk meraih mimpi-mimpi besarnya. Semoga!
Dalam segala macam perang, sudah tentu gugurnya pelanduk-pelanduk adalah sesuatu yang lumrah, dan dalam perang yang entah kapan akan berakhirnya ini, kita tak pernah tahu berapa banyak lagi pelanduk yang akan digugurkan. Tapi sebagai penikmat sepakbola nasional, harapan kita semua tentu saja sama, supaya tidak ada lagi Diego-Diego lain yang digugurkan sebagai pelanduk. Dan sepakbola Indonesia bisa bangkit lagi untuk meraih mimpi-mimpi besarnya. Semoga!